Dari Coblos ke Contreng

Written by Zulkomar 0 komentar Posted in:

Paul J. Amalo
Di Blangpadang Banda Aceh

Salam Sejahtera Bapak Raja.
Kalau tak salah sudah memasuki tahun kedua Bapak bertugas di Banda Aceh. Itu berarti telah setahun lebih kita seng bisa kumpul-kumpul, diskusi, berdebat, saling lempar joke-joke dan ide-ide aneh, spekta yang kita sikapi dengan tertawa terbahak-bahak. Aku rindu dengan suasana seperti itu. Ternyata rindu adalah hak asazi dan tak seorangpun dapat mencegah kerinduanku.

Bapak Raja !
Pemilu legislatif tinggal menghitung hari. Pemilu tahun 2009 ini disosialisasikan sebagai pemilu contreng, berarti pemilu 2004 kemarin adalah pemilu coblos. ”Coblos” dan ”contreng” bukanlah dua kata yang asing apalagi kata asing. Dua kata tersebut lahir dan tumbuh di bumi Indonesia dan masyarakat umum memahaminya tanpa dijelaskan sekalipun. Jangan mencari tahu tentang kedua kata tersebut, cukup dimengerti dan dilakukan demi suksesnya demokrasi. Mengapa ? kalau anda mencari tahu, maka anda tidak akan mendapatkan jawaban yang pasti, karena kedua kata tersebut tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Indonesia – Inggris, Kamus Indonesia – Belanda, dan kamus-kamus lainnya.

Bapak Raja !
Aku tidak tahu bagaimana proses dan suasana kebatinan para wakil rakyat dalam berolah kata sehingga melahirkan kata ”coblos”, yang berarti tusuk sampai tembus. Kalau kata ”tusuk” saja belum tentu sampai tembus, kata ”tembus” juga tidak mewakili maksud coblos, seperti, kaca tembus pandang atau tembus cahaya yang tidak merusak kaca. Kata ”tikam” tentu berkonotasi negatif. Kata ”lubangi” terlalu sederhana untuk melukiskan aktivitas politik sesaat yang menghabiskan milyaran rupiah. Sudahlah. Memang hanya ”coblos” yang bisa mewakili maksud tindakan penentuan pilihan, walapun kata tersebut tidak terdapat dalam bahasa Indonesia yang baku. Anggap saja ”coblos” telah memperkaya khasanah kata Bahasa Indonesia dan kelak tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Bapak Raja !
”Coblos” telah menjadi bangkai demokrasi walaupun ia masih hidup dalam benak publik. Coblos telah berganti nama menjadi contreng. Sebenarnya bukan keinginan coblos untuk diganti, bukan pula keinginan contreng untuk mengganti. Baik kata yang diganti maupun kata yang mengganti, kedua-duanya bukanlah kata yang punya hak hidup dalam Kamus Lengkap bahasa Indonesia. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia hanya ada kata ”conteng” yang berarti tanda garis tebal dengan arang atau jelaga. Mengapa kata ”conteng” berubah menjadi ”contreng” ? Apa maksud sisipan huruf R pada contreng ? Barangkali R itu adalah inisial dari ”rakyat”. Jadi contreng adalah rakyat yang menconteng calon wakil rakyat.

Jangan bingung Bapak ! Memang hanya orang-orang yang peduli pada Bahasa bangsanya saja yang dibuat bingung oleh kesalahkaprahan, kesalahserapan dan beribu-ribu kesalahan berbahasa. Sementara rakyat yang peduli dengan nasibnya hanya menerima kata ”contreng” sebagai sesuatu yang mesti mereka lakukan demi suksesnya pesta demokrasi.

Bapak Raja !
Dari semua celoteh di atas kita mengharapkan ada pakar bahasa yang mau menjelaskan dan meluruskan semua hal keliru yang dilakukan elite bangsa dan yang terpaksa ikut diamini oleh rakyat. Saya hanya mencatat satu hal bahwa anggota dewan ternyata tidak hanya berhak membuat undang-undang, mengawasi eksekutif, mengatur alokasi anggaran negara, tetapi juga diberi hak melahirkan kata tanpa pendampingan pakar bahasa.


Tanjung Priok, 16 Maret 2009
Hormat,
Bung Komar

0 komentar:

Posting Komentar