Bandara Raja Haji Fisabilillah

Written by Zulkomar 0 komentar Posted in:

Sebelumnya jika ingin mengunjungi Tanjung Pinang di Pulau Bintang lewat udara, maka kita harus terlebih dahulu harus ke Batam, dan dari Batam barulah kita menyeberang ke Tanjung Pinang selama satu jam perjalanan dengan kapal Ferry atau Speed Boat. Tetapi setelah Kepulauan Riau ditetapkan sebagai satu Provinsi terlepas dari Provinsi Induknya Provinsi Riau dan ditetapkannya Tanjung Pinang sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Riau, maka penerbangan menuju ke Tanjung Pinang mulai dibuka , dan Bandar Udara Tanjung Pinang pun dibenahi dan berganti nama menjadi Bandara Raja Haji Fisabilillah.

Sampai hari ini baru ada dua maskapai penerbangan yang melayani jalur penerbangan Jakarta - Tanjung Pinang, yaitu Batavia air dan Sriwijaya Airline, Batavia Air-pun sebenarnya baru dua bulan terakhir ini. Batavia air hanya menyediakan satu Flight pagi hari Jam 07.40 dari Jakarta menuju Tanjung Pinang dan flight pagi hari jam 9.40 dari Tanjung Pinang ke Jakarta setiap harinya. Sedangkan Sriwijaya menyediakan dua flight pagi dan sore dari Jakarta dan satu flight pagi hari dari tanjung pinang.

Kondisi Bandara Raja haji Fisabilillah sendiri walaupun kecil tetapi di tata rapih dan bersih. Pengamanan bandara ketat tetapi tidak memperlambat pelayanan. Untuk Check in, tidak hanya barang-barang bawaan saja yang harus melewati pemeriksaan Xray, tetapi jacket yang anda kenakan harus dibuka dan dimasukkan dalam keranjang bersama HP anda untuk diperiksa. Ketika saya tanyakan kenapa harus dibuka, petugas hanya mengatakan, "Ini Prosedur Pak."

Ada satu hal lagi yang sangat spesial, yang menunjukkan bagaimana pengelola Bandara Raja Haji Fisabilillah mengutamakan pelayanan bagi kenyamanan penumpang. Pada ruang tunggu yang hanya memuat sekitar 90 kursi dan menyediakan dua gate menuju pintu keluar menuju pesawat, pihak bandara masih menyisakan ruang khusus bagi penumpang yang punya kebiasaan dan keperluan khusus. Bandara RHF bukan hanya menyediakan ruang merokok (smoking area) seperti yang disediakan di hampir semua bandara lainnya, tetapi juga menyediakan ruang khusus untuk ibu yang akan menyusui bayinya, serta ruangan khusus bagi anak-anak untuk bermain sambil menunggu waktu untuk memasuki pesawat. Mungkin saya belum mengamati semua bandara di Indonesia, tetapi sepengetahuan saya, Bandara RHF adalah satu-satunya bandara yang menyediakan ruang bermain bagi anak-anak dan ruang menyusui bagi ibu-ibu.

Bandara Raja Haji Fisabilillah terus berbenah. Sekaranjg ini sedang dikerjakan proses perluasan areal bandara dan memperpanjang landasan pacu dengan mengikis habis bukit yang ada di sampingnya. Bangunan bandara yang baru terlihat sudah setengah rampung. Bentuk arsitekturnya mungkin akan sama dengan Bandara Hasanuddin Makassar, itu terlihat dari bentuk kubah bangunannya.

Saya yakin dan Percaya, Provinsi Kepulauan Riau dengan ibukotanya Tanjung Pinang yang baru berusia dua tahun akan terus berbenah memajukan dirinya untuk sejajar dengan provinsi-provinsi lain. Tahun 2011 rencananya pusat pemerintahan provinsi akan dipindahkan ke satu pulau tersendiri, yaitu pulau Dampu. Proses pembebasan tanah di pulau tersebut telah diselesaikan, yang berarti pulau Dampu seratus persen milik pemerintah daerah provinsi Kepulauan Riau sehingga tidak dikhawatirkan pulau tersebut akan padat oleh pemukiman penduduk.

Bravo Kepri....

Read more

Cak Cuk, T.Shirt Khas Suroboyoan

Written by Zulkomar 0 komentar Posted in:

Berkunjung ke Djokya anda bisa mendapatkan T.Shirt murah, enak dipakai dengan desain dan kata-kata yang membuat kita tersenyum-senyum sendiri, namanya Dagadu. Dari awal Dagadu sudah memposisikan diri sebagai produk cinderamata alternatif dengan tema semua hal yang berhubungan dengan kota Djokyakarta. Desain kaos bermacam-macam, dari desain tentang sejarah dan masa lalu Djokya seperti spur, sepeda ongkel, becak, pedati, keraton, dan atmosfir kota yang ngejawa banget, dan juga kata-kata tentang keseharian yang bersifat remeh remeh.

Berkunjung ke Bali anda bisa mendapatkan T.shirt khas ukiran bali, desain grafis yang yang terkesan ramai tetapi tetap mengusung keindahan grafis yang khas Bali. Kunjungan anda ke Bali belum lengkap tanpa mendapatkan T.Shirt Joger. Joger menjadi salah satu buruan wisatawan yg datang ke Bali. Joger sebagai pabrik kata-kata memang selalu menghadirkan kata-kata lucu sedikit nyeleneh yang memaksa kita berkerut kening sejenak untuk memaknai maksudnya.

Dalam kunjungan ke kota pahlawan Surabaya, Dude H (DUa DEsember Hari Kamis), aku temukan produk T.Shirt yang tidak kalah keren, tidak kalah nyeleneh dari Dagadu dan Joger. Cakcuk adalah produk T.Shirt khas Surabaya yang mungkin tidak hanya keren dan nyeleneh, tetapi bisa dikatakan sangat nakal dan sedikit binal dengan mengekspoloitasi pamor Dolly sebagai tempat buang hajat yang cukup terkenal.

Bermodalkan tema budaya lokal seperti Kota Pahlawan, Kota 1001 makanan, Kota Buaya, Komunitas bonek, Kota Misuh, Kota Esek-Esek, Desain kaos T.Shirt Cakcuk hadir dengan kreatifitas yang nakal, menggelitik, lucu, tapi sungguh cerdas. Kita lihat pilihan desain dan kata-kata seperti, “Kota Para Buaya”, “Rumah Sakit umum Dolly Husada”, “Kamus Misuh”Jangkrik Park”, “Pelboy Senjata Andalam Pria”, “Djempol kejepit”,”Kamasura-Kamabaya”, “Unit Gairah Darurat”, “Lubang Berjalan” dan lain-lain. Kenakalan itu menjadi semakin binal jika melihat desain gambarnya yang nyerempet tapi tidak porno.

Desain CakCuk tidak hanya berisikan kenakalan, tetapi juga menggambarkan sifat kulturalnya yang penuh heroik seperti gambar Bung Tomo dalam berbagai pose, gambar stasiun Semut, dan banyak lagi desain-desain yang sungguh-sungguh mempertontonkan kesoroboyoannya. Satu jam tidaklah cukup untuk melihat semua desain Cakcuk yang dipajang di salah satu outletnya di Jalan Mayjen. Sungkono No. 35 Surabaya. Sejak didirikan tahun 2005, Cak Cuk telah memiliki empat outlet, tiga lainnya ada di Jl Raya Dharmawangsa No. 35, Jl. Raya Suramadu No. 71, dan di Bandara Juanda.

Sangat disayangkan bahwa CakCuk hanya memproduksi untuk kepentingan pemasaran outletnya sendiri. Menurut ownernya, selama empat tahun ini CakCuk telah memproduksi 25.000 kaos dengan 150 desain yang berbeda. Menurut aku, Capaian produksi itu bisa ditungkatkan lima kali lipat jika CakCuk mau memasarkan keluar, melempar produknya ke mall-mall besar sehingga masyarakat yang memerlukan souvenir CakCuk khas Suroboyoan tidak kesulitan mencarinya.

Saya juga sempat berpikir untuk membuka Outlet CakCuk di Jakarta. Tapi tampaknya belum dapat saya realisasikan karena masih disibukkan urusan-urusan pekerjaan di birokrat. Saya sepertinya masih perlu belajar banyak jika ingin terjun di dunia bisnis, mengingat saya sadar tidak memiliki bakat dan kemampuan yang mumpuni d ibidang perdagangan. Entahlah….jika nanti….

Read more

Oleh-Oleh dari Manado

Written by Zulkomar 2 komentar Posted in:

Kenali Taksi di Bandara Sam Ratulangi

Oleh : Bung Komar

Dalam kesempatan dinas mengunjungi ibukota Provinsi Sulawesi Utara, Manado, aku sudah disuguhi pengalaman yang seperti wajib untuk dibagikan kepada semua orang, terutama kepada mereka yang akan berkunjung ke kota Manado yang terkenal dengan ikon 3B (Bunaken, bubur Manado, dan Bibir Manado), beberapa orang menambahkan menjadi 5B dengan tambahan Boulevard dan Bandaranya. Mengapa bandara ?

Jika anda tiba di bandara Sam Ratulangi, Manado, pastikan ada sanak keluarga, handai taulan ataupun teman yang menjemputmu. Kalau tidak, anda tidak punya pilihan lain selain berhadapan dengan taksi-taksi di bandara (tidak etis menyebut nama-nama perusahaan taksinya) yang akan mengenakan tarif di luar perkiraanmu.

Para supir taxi dengan ramah menawarkan taksinya. Jika anda tidak menolak, mereka langsung mengangkat dan memasukkan barang-barangmu ke dalam bagasi. Berjalan 10 meter, barulah kita sadar bahwa argometer tidak berjalan dan mulailah tawar menawar. Mereka umumnya menawarkan harga Rp85.000 hingga 120.000 dari bandara masuk ke kota Manado. Anda sudah terjebak ke dalam perangkapnya. Kalaupun anda ngotot meminta menjalankan argometernya dengan mengancam akan turun dari taxinya, barulah ia bersedia menjalankan argokudanya dan hasil akhirnya sama juga. Sopir-sopir itu juga terkenal dengan julukan argomulut, begitu kita naik taksi kita rasakan mulutnya beraroma minuman keras. Tarif taksi sebenarnya dari bandara ke dalam kota hanya berkisar Rp.40 ribu s.d. Rp.50 ribu

Apakah tidak ada taxi lain ? Ada Blue Bird taksi, tapi otoritas bandara menerapkan kebijakan diskriminatif, melarang armada taksi lain beroperasi dalam areal bandara. Walikota Manado sudah berjanji akan memanggil PT Angkasa Pura agar mengizinkan taksi lain ikut beroperasi di wilayah publik, bandara. Tapi nyatanya Blue bird belum diizinkan mengambil penumpang di bandara. Bisa jadi otoritas bandara telah mengizinkan tetapi para supir taksi bandara melarangnya, dan otoritas tidak mau tahu apa yang terjadi.

Menurut ceritera salah seorang sopir taksi Blue bird, mereka seringkali dilempari jika mengambil penumpang di bandara, padahal mereka ke bandara karena ditelepon oleh pelanggan. Sebenarnya yang kasihan adalah masyarakat yang membutuhkan taksi yang sesuai tarif. Untuk tetap pelayani permintaan pelanggan/penumpang, manajemen Blue Bird mengirimkan mobil silver flat hitam ke bandara untuk menjemput pelanggan dengan tarif yang sama dengan Blue bird flat kuning.

Kepada anda yang akan berkunjung ke Manado tetapi tidak punya sanak saudara atau teman untuk menjemput. Saya sarankan jika barang bawaan anda tidak banyak, lebih baik jalan kaki sedikit ke luar gerbang bandara dan menunggu taksi Blue Bird di sana. Atau pergunakan jasa Ojek motor yang ongkos masuk ke dalam kota Manado berkisar Rp. 25.000,- s.d. Rp. 30.000. kalau barang bawaan anda cukup banyak dan tidak muat untuk satu ojek motor, saya sarankan anda menelepon taksi Blue Bird ke nomor 0431-861234, setelah itu bersabarlah menunggu sekitar 10 sampai 15 menit. Sementara menunggu anda bisa minum kopi dan makan-makan ringan yang harganya relative murah untuk ukuran harga makanan di bandara.

Semoga ini berguna buat anda.

Read more


Mantan tokoh sekaligus pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM), Nicolaas Jouwe akan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Kembalinya Nicolaas Jaouwe ke Indonesia bukanlah rencana yang tiba-tiba, melainkan bagian dari serangkaian usaha pemerintah RI untuk membangun perdamaian di Tanah Papua seperti perdamaian yang telah dicapai antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka.

Nicolaas Jouwe adalah figur central dibalik gerakan Organisasi Papua Merdeka. Nicolaas pulalah yang membuat bendera Bintang Kejora yang pertama kali dikibarkan pada tanggal 1 Desember 1961. Momentum inilah yang selalu diklaim pemimpin Papua bahwa negara Papua pernah ada namun dirampok oleh konspirasi internasional, Indonesia, Amerika dan Belanda. Inilah yang terus diperjuangkan oleh Nicolaas agar hak-hak orang Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai bangsa yang merdeka di hormati.

Seiring perjalanan waktu dan perjuangan yang tampak sia-sia, serta melihat kenyataan bahwa orang-orang Papua jauh tertinggal baik dalam pendidikan dan kemajuan secara ekonomi serta semakin merajalelanya korupsi yang semakin memiskinkan rakyat Papua. Nicolaas kemudian menyadari bahwa setelah duapertiga negara anggota dalam Sidang Umum PBB menerima hasil Pepera 1969, yang berarti suka atau tidak suka, bangsa Papua telah menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setelah melihat perubahan kebijakan pemerintah pusat terhadap Papua dan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini, maka dengan keyakinan yang mantap Nicolaas Jouwe memenuhi undang Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tanggal 17 Maret 2009 keluarga Nicolaas Jouwe kembali ke papua setelah kurang lebih 50 tahun bermukim di Belanda. Sebelum kembali ke Belanda Nicolaas menyempatkan diri beraudiensi dengan SBY di Jakarta.
Kembalinya Nicolaas kali ini merupakan hasil kerjasama antara kelompok independen pendukung keutuhan Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (Independent Group Supporting The Autonomous Region of Papua with The Republic of Indonesia) dengan pemerintah Indonesia. Dalam kesempatan bertemu dengan Menko Kesra Agung Laksono (senin, 25 Januari 2010), Nicolaas yang didampingi oleh Dubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda JE Habibie menyampaikan beberapa pokok pikirannya tentang masa depan Papua yang nantinya akan disampaikan kepada Bapak Presiden SBY.

Nicolaas menegaskan agar status kewarganegaraannya dapat dipercepat, karena saya ingin membantu mendatangkan masa depan yang lebih baik bagi Papua, yaitu bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia. Lebih lanjutnya Nicolaas menuturkan, OPM sebenarnya suatu kata mati yang tidak punya arti apa-apa. Namun karena selalu digembar gemborkan, sehingga seolah-olah organisasi itu masih eksis, dan terkesan menjadi simbol perjuangan orang Papua.

Kita tentu berharap banyak bahwa OPM yang selama ini didengungkan oleh pendukung dan simpatisan sebagai harga mati, sungguh-sungguh berubah menjadi kata mati sehingga dengan kehadiran Nicolaas di Papua akan sangat membantu kemajuan masyarakat Papua dan tegaknya integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selamat datang Nicolaas Jouwe. Jika selama 40 tahun lebih ibu pertiwi menangis karena pemikiranmu untuk keluar meninggalkannya, sekarang ibu pertiwi menangis terharu karena engkau telah kembali ke pangkuannya. Kehadiranmu kembali di Tanah Papua tentu akan menegaskan pada dunia bahwa secara politik dan moral engkau telah menerima Papua sebagai bagian integral NKRI. (Bung Komar, 27 januari 2010)

Read more

Unjuk Rasa Ala Kang Inal

Written by Zulkomar 0 komentar Posted in:

Namanya Zainal Badri, biasa dipanggil Kang Inal. Hari itu, 28 Januari 2010 ia mendapatkan izin dari perusahaannya untuk ikut dalam barisan unjuk rasa di Istana Negara. Kang Inal bukanlah penggerak unjuk rasa, bukan pula koordinator lapangan. Bahkan ia tidak kenal siapa penggerak dan siapa korlapnya. Baginya, hari ini hanyalah sebuah berkah karena ia bisa terbebas dari pekerjaan rutin memotong kulit di pabrik sepatu. Ia pun mendapatkan uang transport Rp. 75.000,-, padahal telah disediakan 5 metromini untuk mengangkut mereka ke Istana Negara.

Mereka sibuk mengambil spanduk dan pamflet yang disediakan. ”Kang Inal ...! disini saja”. Kemudian teman yang lain juga memanggil, ”Kita bawa spanduk ini aja Kang..!”

Kang Inal melirik spanduk besar yang bertuliskan, ”Turunkan SBY-Boediono”. Kata Kang Inal dalam hati, ”Kalau mereka turun yang mau naik siapa ? Rakyat udah capek memilih, mau disuruh memilih lagi?” lalu ia beranjak ke Spanduk yang lain bertuliskan, ”SBY-Boediono Boneka Amerika”. Kang Inal tersenyum pada teman-teman yang membawa spanduk tersebut dan berkata, ”bukannya kita-kita yang selama ini jadi boneka pengusaha ?”

Sulit sekali bagi Kang Inal untuk mendapatkan bunyi spanduk dan pamflet yang sesuai keinginannya. ”Kita ini mau unjuk rasa kan untuk menyampaikan aspirasi kita pada pemerintah, tapi bunyi spanduk kok caci maki semua sih,” keluh Kang Inal dalam hati. Setelah membolak balik berbagai pamflet Akhirnya Kang Inal memilih untuk membawa pamflet yang bertuliskan, ”Buruh Selalu Menjadi Korban”

Pengunjuk rasa naik berdesak-desakan di dalam dan di atas kap metromini. Kang Inal yang lebih dituakan mendapat tempat duduk. Sesak dan panas, sama seperti hari-harinya dari rumah ke pabrik. Sambil mengipas-ngipas dengan pamplet, Kang Inal membayangkan bagaimana repotnya masyarakat mendapatkan kendaraan umum, karena sebahagian telah disewa oleh para pengunjuk rasa. ”Maafkan kalau itu karena aku.”

Kang Inal telah berada di tengah-tengah kerumunan massa. Kadang-kadang ia terseret ke depan kadang-kadang terlempar ke belakang. Ia melihat bagaimana massa saling mendorong dengan aparat keamanan. Massa ingin melewati batas yang ditentukan sementara aparat mencegah jangan sampai massa melanggar hukum dengan melewati batas garis yang ditentukan. Kang Inal hanya berharap semoga saja aparat tidak terpancing dengan sikap dan kata-kata pengunjukrasa yang semakin provokatif.

Kang Inal mulai gerah dengan suasana yang tidak menentu itu. Teriakan kata-kata lewat pengeras suara semakin kehilangan etika. Presiden yang mereka pilih sendiri, mereka teriaki maling. Boediono dan Sri Mulyani mereka kerandakan. Kang Inal mulai bertanya-tanya, apa yang ingin kita sampaikan dalam unjuk rasa ini ? Akhirnya Kang Inal sampai pada kesimpulan bahwa satu setengah jam di depan Istana Negara, massa ternyata tidak menyampaikan apa-apa selain caci maki dan sumpah serapah. Sebenarnya siapa yang berbuat bagi negeri ini ? Pengunjukrasa atau yang diunjukrasai ?

”Saya datang untuk berunjukrasa, saya harus berbuat, minimal mendorong para pejabat untuk berbuat lebih baik. Saya tidak mau kehadiran saya di sini sia-sia.” Kang Inal berusaha keluar dari kerumunan, mengambil jalan ke samping, mendekati aparat keamanan dan memberikan pamflet (Buruh Selalu Dikorbankan) kepada seseorang yang ia yakini adalah Komandan SSK (Satuan Setingkat Kompi), lalu pulang meninggalkan kebisikan yang semakin tidak jelas.

Kang Inal ternyata tidak langsung pulang. Ia mampir ke toko buku Gunung Agung. Ia berputar-putar dari satu rak buku ke rak buku lainnya, tetapi tidak menemukan yang ia cari. Kepada penjaga buku ia bertanya, ”Saya mencari buku, Etika Berunjukrasa.”

Semua buku tentang etika ada di sini Pak, kecuali buku ”Etika Berunjukrasa”. (Bung Komar, 8 Pebruari 2010)

Read more

”Tsunami kecil di pagi buta (Jumat, 27 Maret 2009, pukul 05.00 WIB) menjadi petaka bagi warga sekitar Danau Situ Gintung, Cireundeu, Tangerang Selatan.” Begitu bunyi lead dari Headline Suratkabar Seputar Indonesia edisi 28 Maret 2009.

Lewat layar kaca masyarakat mengikuti perkembangan berita dengan hati yang teramat pilu, tetes airmata tanpa sadar mengalir menyaksikan isak tangis mereka yang kehilangan keluarga dan harta benda. Melalui gambar animasi terlihat bagaimana tanah Tanggul Situ Gintung di daerah ketinggian jebol, jatuh dan runtuh kemudian air dengan kapasitas 1,5 juta kubik tumpah ruah mengalir deras seperti amukan air yang tidak kompromis. Entah berapa kilometer perjam derasnya aliran air, yang pasti ia sanggup menghantam ratusan rumah hingga rata dengan tanah dan menewaskan hampir seratus warga yang masih tertidur lelap.

Tragedi Situ Gintung adalah tiket yang teramat mahal. Ada yang secara sadar dan terencana mendapatkan tiketnya, tetapi lebih banyak adalah mereka yang mendapatkan diluar kehendak mereka. Tiket ada pada mereka secara niscaya melalui ketentuan Ilahi. Tragedi Situ Gintung adalah tiket resmi bagi 99 orang atau lebih korban untuk kembali ke haribaan Sang Pencipta, tiket berobat bagi ratusan korban luka berat dan ringan, tiket pencarian dan penyisiran bagi mereka yang hilang, tiket pergantian yang layak bagi mereka yang kehilangan rumah dan harta benda, tiket peringatan bagi pemerintah dan pengembang untuk tidak lagi mengubah peruntukan lahan pertanian menjadi pemukiman, tiket bagi kita semua untuk peduli dengan penderitaan sesama sekaligus menanamkan kesadaran menjaga lingkungan hidup.

Jebolnya Tanggul Situ Gintung adalah tragedi yang patut diratapi dan ditanggulangi, karena itu banyak pula yang merebut tiket untuk mempertontonkan kepeduliannya. Partai-partai politik dengan calegnya melihat tragedi Situ Gintung sebagai tiket gratis meraih simpati massa melalui bantuan evakuasi dan bahan makanan, bahkan dengan mendirikan posko bantuan lengkap dengan atribut partai dan nomor calegnya. Tragedi Situ Gintung juga dijadikan ajang untuk saling mempersalahkan, mencari institusi yang paling bertanggungjawab. Tanggungjawab bukan dalam artian sikap moral untuk siap mengatasi permasalahan, tetapi tanggungjawab dalam artian penyebab terjadinya tragedi. Bangsa ini senang sekali mencari siapa yang bersalah dan ketika sepakat tentang siapa yang bersalah sepertinya tragedi telah usai dan semua kembali dalam hiruk pikuk kepentingannnya masing-masing.

Jika kita menganggap tragedi tsunami 26 Desember tahun 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam sebagai episode pembuka pemerintahan SBY-JK, maka tragedi Situ Gintung dan Banjir Bandang di Tanah datar, Sumatera Barat kita harapkan sebagai episode penutupnya. Episode pemerintahan SBY-JK melekat dekat berbagai peristiwa kemanusiaan, tsunami. Lumpur lapindo, gempa di yokyakarta, gempa di papua dan daerah-daerah lain, kebakaran plumpang dan bencana banjir di berbagai daerah. Semua itu terjadi bahkan ditengah-tengah krisis global. Mungkin Tuhan merestui dan mengutus SBY-JK menjadi pemimpin Indonesia untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa tersebut. Jika demikian, tidak mustahil bahwa tragedi Situ Gintung adalah tiket SBY-JK untuk membuktikan bahwa duet tersebut mampu mengatasi permasalah kemanusiaan dan siap untuk memimpin kembali republik ini pada lima tahun kedepan.

Tragedi Situ Gintung bisa juga menjadi tiket terakhir duet SBY-JK. Duet ini sukses mengatasi berbagai dampak gempa dan tsunami Aceh di awal pemerintahannya dan ditutup dengan tragedi Situ Gintung. Kita harapkan tak ada lagi petaka besar yang menimpah bangsa ini di tahun-tahun mendatang.

Tanjung Priok, 1 April 2009

Read more

Muhammad Azhar
Di Nabire

Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Delapan tahun yang lalu ketika anda memutuskan untuk hijrah ke Tanah Papua dan akhirnya bermukim di Nabire, tentu niatmu untuk melakukan perubahan hidup, merubah hidupmu lebih baik dan sekaligus merubah kehidupan keluargamu. Tidak seorangpun yang paham dengan niatmu. Semua menganggap kau hanya pergi merantau karena di tempat asalmu begitu sulit mendapatkan pekerjaan. Alhamdulillah sekarang semua itu telah kau capai karena kau bertekad melakukannnya.

Azhar !
Semua manusia merindukan dan menginginkan perubahan dengan asumsi bahwa perubahan adalah sikap dan tindakan menuju ke arah perbaikan, bahasa langitnya, hijrah. Perubahan adalah cita-cita yang harus kita raih melalui kerja nyata tahap demi tahap. Perubahan adalah mimpi yang jika kita terbangun telah tersusun rencana untuk mewujudkannya.

Namun. Hari-hari kemarin, kini, dan hingga masa tenang pemilu 2009, perubahan telah menjadi iklan politik, menjadi jargon, menjadi barang jualan yang coba ditawarkan pada rakyat, menjadi alat tawar menawar dengan konstituen. Perubahan menjelma menjadi warna-warni diatas kanvas, pamflet, spanduk, selebaran, baliho yang mengotori tiang-tiang listrik, menutupi rindangnya pohon-pohon pelindung, menutupi pembatas jembatan dan jalan dan menjejali halaman-halaman rumah. Bagitu banyak kata-kata yang terhambur di jalan, baik kata-kata yang dikatakan sampai pada kata-kata yang dikata-katai, tetapi semuanya bermakna janji untuk perubahan.

Azhar !
Para politikus dan calon politikus itu sesungguhnya ingin mengubah nasib mereka secara finansial menjadi lebih baik, meninggikan status sosial mereka tapi yang keluar dari mulut mereka adalah janji ingin merubah nasib rakyat. Tidak satupun caleg yang mau bersikap jujur dengan keinginan mereka sesungguhnya. Mereka menyembunyikan target, ambisi dan obsesi mereka dibalik janji-janji perubahan. Lihatlah bagaimana mereka memotret kemiskinan dan berjanji akan mengubah para gelandangan menjadi jutawan. Lihatlah bagaimana mereka memotret pengangguran dan berjanji akan menciptakan lapangan kerja yang barangkali bukan untuk mempekerjakan orang yang mereka potret. Lihat pula bagaimana mereka mendiskripsikan kesenjangan padahal antara dirinya dengan audiens nyata-nyata senjang.

Azhar !
Aku tahu anda senang mencatat janji-janji para calon legislatif tapi bukan untuk menagihnya atau mengingatkannya. Bagaimana mungkin mengingatkan dan menagihnya, karena begitu ia duduk di senayan maka tertutuplah akses rakyat pada dirinya. Kemana rakyat akan menagih perubahan yang mereka janjikan dengan mulut berbusa di depan mimbar umum ?

Ketika rekan-rekannya di Senayan dengan seloroh mengingatkan, ”hai kawan ! sudah sejauhmana perubahan yang kau janjikan pada rakyat waktu kampanye?”

Dengan enteng sambil menandatangani fasilitas yang diberikan negara, ia berkata, ”samalah dengan Abang. Perubahan itu sudah habis dalam kata-kata pada setiap spanduk dan orasi di panggung-panggung terbuka.”

”lalu..... ?”
”Mana ada lagi yang tersisa untuk dibuktikan.”
”lalu .....?”
”kau pikirlah. Kira-kira janji apalagi yang harus kita buat 5 tahun mendatang.”

Azhar !
Tetaplah simpan catatan janji-janji para caleg agar kau dapat mengingatkan masyarakat tentang siapa dan bagaimana mereka.

Tanjung Priok, 20 Maret 2009
Hormat,
Bung Komar

Read more