Muhammad Azhar
Di Nabire

Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Delapan tahun yang lalu ketika anda memutuskan untuk hijrah ke Tanah Papua dan akhirnya bermukim di Nabire, tentu niatmu untuk melakukan perubahan hidup, merubah hidupmu lebih baik dan sekaligus merubah kehidupan keluargamu. Tidak seorangpun yang paham dengan niatmu. Semua menganggap kau hanya pergi merantau karena di tempat asalmu begitu sulit mendapatkan pekerjaan. Alhamdulillah sekarang semua itu telah kau capai karena kau bertekad melakukannnya.

Azhar !
Semua manusia merindukan dan menginginkan perubahan dengan asumsi bahwa perubahan adalah sikap dan tindakan menuju ke arah perbaikan, bahasa langitnya, hijrah. Perubahan adalah cita-cita yang harus kita raih melalui kerja nyata tahap demi tahap. Perubahan adalah mimpi yang jika kita terbangun telah tersusun rencana untuk mewujudkannya.

Namun. Hari-hari kemarin, kini, dan hingga masa tenang pemilu 2009, perubahan telah menjadi iklan politik, menjadi jargon, menjadi barang jualan yang coba ditawarkan pada rakyat, menjadi alat tawar menawar dengan konstituen. Perubahan menjelma menjadi warna-warni diatas kanvas, pamflet, spanduk, selebaran, baliho yang mengotori tiang-tiang listrik, menutupi rindangnya pohon-pohon pelindung, menutupi pembatas jembatan dan jalan dan menjejali halaman-halaman rumah. Bagitu banyak kata-kata yang terhambur di jalan, baik kata-kata yang dikatakan sampai pada kata-kata yang dikata-katai, tetapi semuanya bermakna janji untuk perubahan.

Azhar !
Para politikus dan calon politikus itu sesungguhnya ingin mengubah nasib mereka secara finansial menjadi lebih baik, meninggikan status sosial mereka tapi yang keluar dari mulut mereka adalah janji ingin merubah nasib rakyat. Tidak satupun caleg yang mau bersikap jujur dengan keinginan mereka sesungguhnya. Mereka menyembunyikan target, ambisi dan obsesi mereka dibalik janji-janji perubahan. Lihatlah bagaimana mereka memotret kemiskinan dan berjanji akan mengubah para gelandangan menjadi jutawan. Lihatlah bagaimana mereka memotret pengangguran dan berjanji akan menciptakan lapangan kerja yang barangkali bukan untuk mempekerjakan orang yang mereka potret. Lihat pula bagaimana mereka mendiskripsikan kesenjangan padahal antara dirinya dengan audiens nyata-nyata senjang.

Azhar !
Aku tahu anda senang mencatat janji-janji para calon legislatif tapi bukan untuk menagihnya atau mengingatkannya. Bagaimana mungkin mengingatkan dan menagihnya, karena begitu ia duduk di senayan maka tertutuplah akses rakyat pada dirinya. Kemana rakyat akan menagih perubahan yang mereka janjikan dengan mulut berbusa di depan mimbar umum ?

Ketika rekan-rekannya di Senayan dengan seloroh mengingatkan, ”hai kawan ! sudah sejauhmana perubahan yang kau janjikan pada rakyat waktu kampanye?”

Dengan enteng sambil menandatangani fasilitas yang diberikan negara, ia berkata, ”samalah dengan Abang. Perubahan itu sudah habis dalam kata-kata pada setiap spanduk dan orasi di panggung-panggung terbuka.”

”lalu..... ?”
”Mana ada lagi yang tersisa untuk dibuktikan.”
”lalu .....?”
”kau pikirlah. Kira-kira janji apalagi yang harus kita buat 5 tahun mendatang.”

Azhar !
Tetaplah simpan catatan janji-janji para caleg agar kau dapat mengingatkan masyarakat tentang siapa dan bagaimana mereka.

Tanjung Priok, 20 Maret 2009
Hormat,
Bung Komar

0 komentar:

Posting Komentar